Wednesday, July 31, 2019

MAKALAH SISTEM PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH

MAKALAH
SISTEM PENDIDIKAN MUHAMMADIYAH
Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
DOSEN PENGAMPU :
ARYA SETYA NUGROHO, M.Pd

OLEH :
NURLELY QOMARIYATI (170404020)
ARTANTIY NIDIA RHAMADANI (170404030)
ZUHRUFA ANIS SETIAWATI (170404040)

PROGRAM STUDI PGSD
FAKULTAS KIP
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2018



KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,  Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,  yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul ” Aliran Pragmatisme Dalam Pendidikan”
            Makalah ini telah selesai kami buat. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.




DAFTAR ISI
COVER ………………………………………………………………………………1
KATA PENGANTAR..................................................................................................2
DAFTAR ISI………………………………………………………………...………. 3
BAB I Pendahuluan
A.    Latar Belakang ..................................................................................................... 4
B.     Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
C.    Tujuan  ..................................................................................................................4
BAB II Pembahasan
A.    Pengertian Pragmatisme ...................................................................................... 5
B.     Tokoh-Tokoh Pragmatisme................................................................................. 6
C.    Implikasi Pragmatisme Dalam Pendidikan...................................................……7
BAB III Penutup
A.    Kesimpulan ........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUHAN
A.  Latar Belakang
Wacana filsafat yang menjadi topik utama pada zaman modern, persoalan epistemologi. Pertanyaan pokok dalam bidang epistemologi adalah bagaimana manusia memperoleh pengetahuan dan apakah sarana yang paling memadai untuk mencapai pengetahuan yang benar, serta apa yang dimaksud dengan kebenaran itu sendiri. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bercorak epistemologis ini, maka dalam filsafat abad ke-17 munculah dua aliran filsafat yang memberikan jawaban yang berbeda, bahkan saling bertentangan. Aliran filsafat tersebut adalah rasionalisme dan empirisme. Empirisme itu sendiri pada abad ke-19 dan 20 berkembang lebih jauh menjadi beberapa aliran yang berbeda, yaitu Positivisme, Materialisme, dan Pragmatisme. Namun pada makalah ini hanya akan dibahas tentang pragmatisme dalam pendidikan.

B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian pragmatisme?
2.    Siapa saja tokoh filsafat pragmatisme?
3.    Bagaimana implikasi pragmatisme dalam pendidikan?

C.  Tujuan
1.    Mengetahui arti pragmatisme.
2.    Mengetahui tokoh-tokoh filsafat pragmatisme.
3.    Mengetahui implikasi pragmatisme dalam pendidikan.




BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pragmatisme
Istilah Pragmatisme  berasal dari kata Yunani: pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”. Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”. Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori itu benar kalau berfungsi.[1]
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang. Orang-orang menyebut kata ini biasanya dalam pengertian praktis. Jika orang berkata, Rencana ini kurang pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis. Pengertian seperti itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Pragmatisme dalam perkembangannya mengalami perbedaan kesimpulan walaupun berangkat dari gagasan asal yang sama. Kendati demikian, ada tiga patokan yang disetujui aliran pragmatisme yaitu, (1) menolak segala intelektualisme, dan (2) absolutisme, serta (3) meremehkan logika formal.[2]
B.  Tokoh-Tokoh Pragmatisme
1.      Charles Sandre Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah (Ismaun, 2004:96).
Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
2.      William James (1842-1910 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya. Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama. Pokoknya, kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.
Karya-karyanya antara lain, The Principles of Psychology (1890), The Will to Believe (1897), The Varietes of Religious Experience (1902) dan Pragmatism (1907). Di dalam bukunya The Meaning of Truth, James mengemukakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah sadar kita, kita menjumpai suatu relitas yang lebih tinggi tetapi hanya sebuah kemungkinan saja. Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu secara mutlak.
3.      John Dewey (1859-1952 M)
Dewey adalah seorang yang pragmatis. Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya dalam kehidupan sehari-hari, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Pengalaman adalah salah satu kunci dalam filsafat instrumentalisme. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme. Pertama, kata “temporalisme” yang berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu. Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin. Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.[3]
C.      Implikasi Pragmatisme Terhadap Pendidikan
1.   Tujuan Pendidikan
Filsuf paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.

Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
•      Kesehatan yang baik
•      Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja
•      Minat dan hobi untuk kehidupan yag menyenangkan
•      Persiapan untuk menjadi orang tua
•   Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial
Tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya demokrasi. Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan kehidupan sosial.
2.    Kurikulum
Menurut para filsuf paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri (a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang aik pada masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.
3.    Metode Pendidikan
Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
4.    Peranan Guru dan Siswa
Dalam pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.
Untuk membantu siswa, guru harus berperan:
         Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa.
•    Membimbing siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
         Membimbing merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan suatu masalah.
•  Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.
• Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya, dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.
Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa”.
Callahan dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme adalah progresivisme. Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalisme yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.[4]
Prinsip - Prinsip pragmatisme ada 4 meliputi:
•         Bahwa esensi kenyataan adalah perubahan.
•         Bahwa manusia adalah makhluk biologi dan sosial.
•         Bahwa nilai-nilai bersifat relatif.
•         Bahwa berfikir kritis secara cerdas.

Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah. Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup. Di sini pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan penuh dari pemikiran yang relative. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasila.
Dewey menekankan pendidikan formal berdasarkan minat  anak-anak dan pelajaran yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan minat anak-anak. Dengan pandangan yang demikian maka pelajaran yang berlangsung di sekolah tidak difokuskan karena minat setiap anak itu berbeda-beda. Demikian juga dengan pelajaran-pelajaran pokok yang harus diajarkan kepada anak-anak tidak dapat diterapkan dengan baik.




BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar apa yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Filsuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey. Pragmatisme memandang bahwa siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa.


 DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Pragmatisme
http://blog.unnes.ac.id/arismuhtarom/2015/11/21/aliran-filsafat-pragmatisme-dalam-pendidikan/
Achmadi, Asmoro . Filsafat Umum. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003)
Mudzakir, Drs., dkk. Filsafat Umum.(Bandung: CV. Pustaka Setia. 1997)
Juhaya S. Praja, Prof., Dr. Aliran-aliran Filsafat dan Etika.(Jakarta: Prenada Media. 2003)
Munir, Misnal, Drs., M.Hum., dkk. Filsafat Ilmu.(Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2006)



 

No comments:

Post a Comment